Tugas SoftSkill 2 Perekonomian Indonesia tentang "Kemiskinan di Indonesia"
Kemiskinan di Indonesia
Kemiskinan adalah
keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan
dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara
yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara.
Pemahaman utamanya mencakup:
·
Gambaran kekurangan materi, yang
biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan
pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi
kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
·
Gambaran tentang kebutuhan sosial,
termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal
ini termasuk pendidikan dan informasi.
Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang
lainnya.
·
Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang
memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi
bagian-bagian politik dan ekonomi di
seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek
penghasilan di luar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi
tempatnya bekerja melarang.
Kemiskinan di Indonesia
Antara pertengahan
tahun 1960-an sampai tahun 1996, waktu Indonesia berada dibawah kepemimpinanPemerintahan
Orde Baru Suharto, tingkat kemiskinan di Indonesia menurun drastis - baik di
desa maupun di kota - karena pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat dan adanya
program-program penanggulangan kemiskinan yang efisien. Selama pemerintahan
Suharto angka penduduk Indonesia yang tinggal di bawah garis kemiskinan menurun
drastis, dari awalnya sekitar setengah dari jumlah keseluruhan populasi
penduduk Indonesia, sampai hanya sekitar 11 persen saja. Namun, ketika pada
tahun 1990-an Krisis
Finansial Asia terjadi,
tingkat kemiskinan melejit tinggi, dari 11 persen menjadi 19.9 persen di akhir
tahun 1998, yang berarti prestasi yang sudah diraih Orde Baru hancur seketika.
Tabel berikut ini memperlihatkan angka
kemiskinan di Indonesia, baik relatif maupun absolut:
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
Kemiskinan Relatif
(% dari populasi) |
17.8
|
16.6
|
15.4
|
14.2
|
13.3
|
12.5
|
11.7
|
11.5
|
11.0
|
Kemiskinan Absolut
(dalam jutaan) |
39
|
37
|
35
|
33
|
31
|
30
|
29
|
29
|
28
|
Koefisien Gini/
Rasio Gini |
-
|
0.35
|
0.35
|
0.37
|
0.38
|
0.41
|
0.41
|
0.41
|
-
|
Sumber: Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Tabel di atas
menunjukkan penurunan kemiskinan nasional secara perlahan. Namun, pemerintah
Indonesia menggunakan persyaratan dan kondisi yang tidak ketat mengenai
definisi garis kemiskinan, sehingga yang tampak adalah gambaran yang lebih
positif dari kenyataannya. Tahun 2014 pemerintah Indonesia mendefinisikan garis
kemiskinan dengan perdapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp. 312,328.
Jumlah tersebut adalah setara dengan USD $25 yang dengan demikian berarti
standar hidup yang sangat rendah, juga buat pengertian orang Indonesia sendiri.
Namun jika kita menggunakan nilai garis kemiskinan yang digunakan Bank Dunia,
yang mengklasifikasikan persentase penduduk Indonesia yang hidup dengan
penghasilan kurang dari USD $1.25 per hari sebagai mereka yang hidup di bawah
garis kemiskinan, maka persentase tabel di atas akan kelihatan tidak akurat
karena nilainya seperti dinaikkan beberapa persen. Lebih lanjut lagi, menurut
Bank Dunia, angka penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari
USD $2 per hari mencapai angka 50.6 persen dari jumlah penduduk pada tahun
2009. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia hidup hampir di
bawah garis kemiskinan. Laporan lebih anyar lagi di media di Indonesia
menyatakan bahwa sekitar seperempat jumlah penduduk Indonesia (sekitar 60 juta
jiwa) hidup sedikit di atas garis kemiskinan.
Dalam beberapa tahun
belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia memperlihatkan penurunan yang
signifikan. Meskipun demikian, diperkirakan penurunan ini akan melambat di masa
depan. Mereka yang dalam beberapa tahun terakhir ini mampu keluar dari
kemiskinan adalah mereka yang hidup di ujung garis kemiskinan yang berarti
tidak diperlukan sokongan yang kuat untuk mengeluarkan mereka dari kemiskinan.
Namun sejalan dengan berkurangnya kelompok tersebut, kelompok yang berada di
bagian paling bawah garis kemiskinanlah yang sekarang harus dibantu untuk
bangkit. Ini lebih rumit dan akan menghasilkan angka penurunan tingkat
kemiskinan yang berjalan lebih lamban dari sebelumnya.
Kemiskinan
di Indonesia dan Distribusi Geografis
Salah satu
karakteristik kemiskinan di Indonesia adalah perbedaan yang begitu besar antara
nilai kemiskinan relatif dan nilai kemiskinan absolut dalam hubungan dengan
lokasi geografis. Jika dalam pengertian absolut lebih dari setengah jumlah
total penduduk Indonesia yang hidup miskin berada di pulau Jawa (yang berlokasi
di bagian barat Indonesia dengan populasi padat), dalam pengertian relatif
propinsi-propinsi di Indonesia Timur menunjukkan nilai kemiskinan yang lebih
tinggi. Tabel di bawah ini menunjukkan lima propinsi di Indonesia dengan angka
kemiskinan relatif yang paling tinggi. Semua propinsi ini berlokasi di luar
wilayah Indonesia Barat seperti Jawa, Sumatra dan Bali, yang adalah
wilayah-wilayah yang lebih berkembang.
Propinsi dengan Angka
Kemiskinan Relatif Tinggi
Papua
|
27.8%
|
Papua Barat
|
26.3%
|
Nusa Tenggara Timur
|
19.6%
|
Maluku
|
18.4%
|
Gorontalo
|
17.4%
|
persentase berdasarkan total penduduk per propinsi bulan September
2014
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Tingkat kemiskinan di
propinsi-propinsi di Indonesia Timur ini, di mana sebagian besar penduduknya
adalah petani, kebanyakan ditemukan di wilayah pedesaan. Di daerah tersebut
masyarakat adat sudah lama hidup di pinggir proses dan program pembangunan.
Migrasi ke daerah perkotaan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan pekerjaan dan - dengan
demikian - menghindari kemiskinan.
Bertentangan dengan
angka kemiskinan relatif di Indonesia Timur, tabel di bawah ini menunjukkan
angka kemiskinan absolut di Indonesia yang berkonsentrasi di pulau Jawa dan
Sumatra.
Propinsi
dengan Angka Kemiskinan Absolut Tinggi
Jawa Timur
|
4.7
|
Jawa Tengah
|
4.6
|
Jawa Barat
|
4.2
|
Sumatra Utara
|
1.4
|
Lampung
|
1.1
|
dalam
jumlah jutaan pada bulan September 2014
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Stabilitas harga
makanan (khususnya beras) adalah masalah penting bagi
Indonesia sebagai negara yang penduduknya menghabiskan sebagian besar
pendapatan mereka untuk membeli beras. Oleh karena itu,tekanan inflasi harga beras (misalnya
karena gagal panen) dapat memiliki konsekuensi serius bagi mereka yang miskin
atau hampir miskin dan secara signifikan menaikkan persentase angka kemiskinan
di negara ini.
Kemiskinan
di Indonesia: Kota dan Desa
Indonesia telah
mengalami proses urbanisai yang cepat dan pesat. Sejak pertengahan 1990-an
jumlah absolut penduduk pedesaan di Indonesia mulai menurun dan saat ini lebih
dari setengah total penduduk Indonesia tinggal di wilayah
perkotaan (20 tahun yang lalu sekitar sepertiga populasi Indonesia tinggal di
kota).
Kecuali beberapa
propinsi, wilayah pedesaan di Indonesia relatifnya lebih miskin dibanding
wilayah perkotaan. Angka kemiskinan pedesaan Indonesia (persentase penduduk
pedesaan yang hidup di bawah garis kemiskinan desa tingkat nasional) turun
hingga sekitar 20 persen di pertengahan 1990-an tetapi melonjak tinggi ketika Krisis Finansial Asia (Krismon)
terjadi antara tahun 1997 dan 1998, yang mengakibatkan nilainya naik mencapai
26 persen. Setelah tahun 2006, terjadi penurunan angka kemiskinan di pedesaan
yang cukup signifikan seperti apa yang ditunjukkan tabel dibawah ini:
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
Kemiskinan Pedesaan
(% penduduk yg hidup di bawah garis kemiskinan desa) |
20.0
|
21.8
|
20.4
|
18.9
|
17.4
|
16.6
|
15.7
|
14.3
|
14.4
|
13.8
|
Sumber: Bank Duna dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Angka kemiskinan kota
adalah persentase penduduk perkotaan yang tinggal di bawah garis kemiskinan
kota tingkat nasional. Tabel di bawah ini, yang memperlihatkan tingkat
kemiskinan perkotaan di Indonesia, menunjukkan pola yang sama dengan tingkat
kemiskinan desa: semakin berkurang mulai dari tahun 2006.
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
Kemiskinan Kota
(% penduduk yg tinggal di bawah garis kemiskinan kota) |
11.7
|
13.5
|
12.5
|
11.6
|
10.7
|
9.9
|
9.2
|
8.4
|
8.5
|
8.2
|
Sumber: Bank Duna dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Dalam dua tabel di
atas, terlihat bahwa pada tahun 2005 dan 2006 terjadi peningkatan angka
kemiskinan. Ini terjadi terutama karena adanya pemotongan subsidi BBM yang
dilakukan oleh pemerintahan presiden SBY diakhir tahun 2005. Harga minyak yang
secara internasional naik membuat pemerintah terpaksa mengurangi subsidi BBM
guna meringankan defisit anggaran pemerintah. Konsekuensinya adalah inflasi dua digit antara 14 sampai 19
persen (yoy) terjadi sampai oktober 2006.
Ketidaksetaraan
di Indonesia yang semakin Meluas?
Koefisien GINI, yang
mengukur ketimpangan distribusi pendapatan, menunjukkan tren penurunan di
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Sebuah koefisien 0 menunjukkan
kesetaraan yang sempurna, sedangkan koefisien 1 menunjukkan ketimpangan
sempurna. Namun, kita masih dapat mempertanyakan metodologi koefisien GINI ini
karena ia membagi penduduk dalam lima kelompok, masing-masing berisi 20 persen
dari populasi: dari 20 persen terkaya sampai ke 20 persen termiskin.
Selanjutnya, koefisien ini mengukur kesetaraan (dan ketimpangan) antara
kelompok-kelompok tersebut. Ketika menggunakan koefisien ini untuk Indonesia
masalah yang timbul adalah negara ini memiliki karakter ketidakseimbangan
ekstrim dalam setiap kelompoknya, sehingga membuat hasil koefisien GINI kurang
selaras dengan
0 comments: